Nusa Dua, baliwakenews.com
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (PPN/Bappenas), bekerja sama dengan HelpAge International dan United Nations Population Fund (UNFPA), menyelenggarakan Asia-Pacific Regional Conference (APRC) on Population Ageing di Bali Nusa Dua Convention Center pada 10-13 September 2024.
Dengan tema “Reframing Ageing”, konferensi ini menghadirkan lebih dari 450 ahli, pembuat kebijakan, perwakilan PBB, organisasi internasional, serta organisasi masyarakat sipil dari berbagai negara di Asia-Pasifik untuk meninjau ulang pandangan terkait isu penuaan.
Pada High Level Panel APRC 2024 yang berlangsung pada Rabu 11 September 2024, Kepala BKKBN RI yang diwakili oleh Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan BKKBN, Dr. Ukik Kusuma Kurniawan, SKM, MPS, MA, menekankan pentingnya peran keluarga serta kolaborasi multisektor dalam menyediakan layanan terpadu bagi lansia.
“BKKBN melihat keluarga sebagai titik awal untuk mengintegrasikan layanan bagi lansia. Tentu diperlukan bantuan dan dukungan dari berbagai sektor untuk mewujudkan integrasi layanan ini,” ujarnya.
Selanjutnya, pada sesi paralel dengan subtema Communities and Aging Societies, Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For., MARS, menyatakan bahwa BKKBN memiliki misi menciptakan keluarga sejahtera, yang meliputi kesejahteraan seluruh anggota keluarga, termasuk lansia. Ia juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mendukung keberlanjutan Pendampingan Perawatan Jangka Panjang di tingkat lokal, serta pelibatan aktif komunitas dalam pemantauan kesehatan lansia dan pemberdayaan keluarga dalam perawatan lanjut usia.
Adapun pada Sesi Khusus terkait Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia yang diadakan pada Kamis 12 September 2024, Deputi Pengendalian Penduduk, Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng, menjelaskan bahwa meskipun secara nasional TFR Indonesia sebesar 2,18, masih terdapat disparitas TFR di berbagai Provinsi yang berkisar dari 1,75 di DKI Jakarta hingga 2,79 di Nusa Tenggara Timur.
“Oleh karena itu, kebijakan asimetris yang mempertimbangkan karakteristik lokal yang dapat mengatasi disparitas (TFR) sangat penting dan mengantisipasi dampak penuaan penduduk secara efektif,” katanya.
Pada kegiatan ini turut diluncurkan pula The Indonesia Longitudinal Aging Survey (ILAS) yang merupakan survei pertama di Indonesia untuk memahami secara komprehensif informasi demografi, situasi ekonomi sosial, status kesehatan, dan kondisi hidup dari lansia saat ini dan mereka yang akan menjadi lansia di masa mendatang.
Direktur Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For., MARS, menyambut positif diluncurkannya survei ini karena keberadaannya juga akan sangat membantu pembuat kebijakan dalam memonitor kemajuan pencapaian indikator pembangunan yang tercantum dalam Strategi Nasional Kelanjutusiaan.
APRC 2024 menjadi wadah penting untuk bertukar pengetahuan dan inovasi kebijakan, sehingga kawasan Asia-Pasifik dapat mempersiapkan diri menghadapi transisi demografi. “Dengan semakin pesatnya peningkatan jumlah lansia di kawasan ini, APRC 2024 kami harapkan menjadi fondasi untuk merumuskan kebijakan inklusif dan berkelanjutan bagi masyarakat yang menua di Asia-Pasifik,” pungkas Luh Gede. BWN-03