Legian, baliwakenews.com
Fenomena marak belakangan atas ulah norak turis WNA , termasuk Rusia, ukraina dan WNA lainya membuat kita geleng gelang kepala. Sepertinya negeri ini diinjak tanpa rasa simpati, alias prilaku liar chauvinis ditunjukkan oleh mereka yg merasa seolah Bali ini tempat bebas sebebasnya semaunya. Di sisi lain kita di Bali jelas memiliki norma norma dan keadaban masyarakat yang patuh pada budaya dan perundang undangan. Situasi ini tentu juga tidak lepas dari sistem tiru mereka melihat segalanya disini sunguh mudah.
Seperti mudah untuk persewaan motor, mudah untuk acces ke Klub malam, mudah untuk mengakses ruang ruang publik yang sepatutnya mereka mengikuti ketentuan dan peraturan Perundangan yg ada di negeri ini. Hal Itu diungkapkan Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPM B), Wayan Puspa Negara, Jumat (17/3)
Pengusaha asal Legian, Kuta ini memaparkan sejauh ini jika melihat kelakuan WNA termasuk Rusia sepertinya sudah kelewat batas. Seperti naik motor tanpa helem, membentak, mengumpat/mencaci petugas, bergoncengan ala circus, tidak senonoh di jalan raya juga di beberapa tempat suci, memanjat tempat suci, memanjat pohon beringin yg disucikan, mencuri/ngutil di toko modern, mencuri spirit/vodca. Selain itu ada yang melakukan aktifitas bekerja tidak resmi seperti jadi foto grapher, tour guide, instruktur surfing, jasa property, massasge, jualan sayur hingga mengais makanan sisa upacara. “Mereka juga ada yang komplain aneh aneh seperti akhir akhir ini terlihat mengajukan petisi atas gangguan suara ayam berkokok hingga melakukan mural di tembok sekolah,” ujarnya.
Mantan Dewan Badung ini menegaskan tentu prilaku ini tidak boleh dibiarkan. Karena hal ini telah menginjak harga diri dan martabat kita. Bahkan secara ekonomis mereka telah menjadi kompetitor yang menyakitkan bagi pekerja lokal. Disinyalemen para WNA ini banyak menyalah gunakan ijin tinggal (visa) bahkan mungkin ada yang over stay karena secara empirik ada yg mengaku sudah bermukim selama 40 tahun. Oleh karena itu dia berharap kepada pihak imigrasi untuk lebih memperketat pengawasan orang asing sesui dengan regulasi yang sudah ada. Yakni menggerakkan Tim Pengawasan orang asing (Timpora) yang diatur dalam Permenkum dan Ham no 50 th 2016.
“Sebaiknya pula dilakukan Supervisi, monitoring dan evaluasi terhadap orang asing secara stabil, periodik dan berkelanjutan, dengan melakukan operasi penertiban orang asing melibatkan peranserta dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat,” sarannya.
Terutama Pembentukan tim Adhoc penanganan orang asing yang melibatkan kepala lingkungan, Banjar, Lembaga lembaga di Desa/Kelurahan hingga stakeholder lainya. “Sejauh ini kita melihat Timpora belum agresif untuk bergerak terutama di kantong kantong destinasi akomodasi yg selama ini membuat mereka nyaman tinggal entah legal/ilegal seperti di Batu belig, Berawa, Canggu, munggu, cemagi, Seseh, Ubud, payangan, Pecatu, Kutuh, Ungasan, jimbaran dan sekitarnya,” ungkapnya sembari menambahkan Timpora harus bergerak cepat baik off line maupin online.
Demikian halnya pihak kepolisian pihaknya mengapreaiasi telah melakukan upaya razia atas kelakuan dijalanan para WNA ini. Selanjutnya dia berharap pihak imigrasi segera turun dengan Timpora dan tim adhoc agar mulai ada efek taat bagi para oknum WNA dimaksud. Selain itu institusi terkait agar melaksanakan tupoksinya dg lebih Agresif dan gercep dalam penegakan “law inforcement”.
Jika sudah tegas dalam penegakan aturan, persoalan seperti ini pasti terminimalisaai, oleh karena itu peran “Tourist Police & honorsry police” yang cenderung terlihat lebih komunikatif bisa segera dibangkitkan kembali. Seperti berpatroli naik Kuda, Atv, Scooter dan sejenisnya sehingga terlihat aparat hadir mengawasi mereka. “Artinya pengawasan yang masih cenderung belum kuat menjadikan mereka memanfaatkan situasi ini,” imbuhnya.
Seperti umpatan bule yang dirazia di ubud mengatakan warga lokal yang tak pakai helm kok tidak di Razia? (dlm video yg beredar). “Sesungguhnya persoalan ini sederhana , jangan karena pelanggaran ini terlihat masiv muncul statemen keras melalui SE yang terlalu prematur yakni Wisman tidak boleh menyewa motor/mobil, statemen ini sungguh tidak bijaksana,” sodoknya.
Karena persewaan motor/mobil adalah “tricle down effec” langsung yang dinikmati oleh sebagian masyarakat yang bergelut di sektor pariwisata. “Mematikan persewaan motor dengan memperkuat sektor lain yang sudah kuat tentu merupakam langkah yang menyakitkan. Oleh karena itu rencana keluarnya SE Pelarangan sewa motor bagi touris agar ditinjau dan diformulakan secara sehat untuk semua sektor. Karena pelarangan sewa motor ini akan berdampak luas pada touris itu sendiri dan akan dijadikan senjata oleh destinasi pesaing Bali,” ucapnya.
Karena persewaan motor untuk touris berlaku di semua destinasi di seluruh dunia. Selain itu kondisi ekonomi masyarakat yang baru menuju recovery terutama ditataran bawah akan menimbulkan kegaduhan.
“Oleh karena itu hemat kami hentikan rencana SE ini, sedangkan untuk VISA ON ARRIVAL harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan baik dengan pihak Kemenkum & ham karena menyangkut aturan nasional, “ sarannya.
Intinya yang terpenting sambung dia adalah Penegakan aturan setegasnya. “Dan khusus VOA untuk Rusia dan Ukraina setuju dievaluasi namun sementara tetap diberlakukan dlm mempercepat proses recovery yang masih jauh dari normal. Kita baru tumbuh 36,5% masih jauh dari kondisi normal. Dan masyarakat belum pulih dari kondisi ekonomi yg masih melemah,” tutup Puspa Negara. BWN-04