Jimbaran, baliwakenews.com
Warga Banjar Teba, Desa Adat Jimbaran bersukacita melaksanakan kembali tradisi Siat Yeh yang digelar pada Ngembak Geni atau sehari setelah perayaan Hari Raya Nyepi Caka 1946. Tradisi siat Yeh yang digelar Selasa (12/3/2024) dihadiri Sekda Badung I Wayan Adi Arnawa serta Camat Kutsel I Ketut Gede Arta serta tokoh lainnya.
Para pemuda dan pemudi tampak menikmati dan tiang gembira melakoni tradisi ini bersama krama Banjar Teba dipandu Kelian Banjar Adat dan Kaling Teba. Menurut Kelian Adat Banjar Teba, I Wayan Eka Santa Purwita disampingi Kaling Teba, Wayan Arnawa Siat Yeh ini merupakan rekonstruksi dari kebiasaan masyarakat di Jimbaran. Yang mana dahulu warga Teba bermain air di pantai timur dan barat saat menjelang hari raya Nyepi.
“Tradisi ini mencerminkan kehidupan masyarakat yang bermain di rawa di sisi timur dan pantai di sisi barat. Dimana tahun 2018, perayaan Banyu Pinaruh dan Ngembak Geni yang bersamaan saat itu,” ujarnya.
Selanjtnya kegiatan warga ini akhirnya direkonstruksi menjadi pertunjukan yang meriah dengan melibatkan semua komponen krama banjar setempat. Hal inilah yang menjadi cikal bakal tradisi ini yang terus rutin digelar dan disupport penglingsir dan tokoh. Kegiatan ini melibatkan seniman di Banjar Teba kemudian menuangkan dengan bentuk garapan Siat Yeh dan dikolaborasikan dengan nyanyian dan tabuh.
Tradisi ini lanjut Eka Santa, juga termasuk sebagai penglukatan Agung. Dimana prosesinya diawali dengan mendak atau mengambil tirta di dua sumber mata air. yakni di arah barat ke Tuntunan Ratu di Pantai Segara. Warga ini kompak dengan berpakaian adat serba kuning dengan membawa sebanyak 7 kendi. Sedangkan krama yang menuju arah timur yakni ke Pantai Suwung (hutan mangrove), mengenakan pakaian adat serba putih dengan membawa 5 kendi.
Kedua tirta tersebut selanjutnya dituangkan ke dalam kendi. Busana yang dikenakan menyimbolkan letak Catur Dewata, yaitu untuk timur adalah Dewa Iswara dengan warna putih dan uripnya berjumlah lima dan di Barat dengan warna kuning yakni Dewa Maha Dewa dengan uripnya 7.
Dengan menggunakan cetok atau batok kelapa terbelah dua sebagai wadah, kedua kelompok warga yang kuning San putih ini saling melemparkan air sambil bernyanyi. “Tradisi ini mengadopsi konsep Tri Murti, dengan tiga ronde yang melambangkan penciptaan, pemeliharaan, dan pemusnahan, simbol dari siklus kehidupan itu sendiri,” ucapnya.
Kemudoan tradisi Siat Yeh dilanjutkan dengan nyanyian dan pembagian air suci yang telah dicampur dari dua sumber air di pantai timur dan barat. Kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya tetapi juga menumbuhkan rasa kebersamaan dan kekompakan di antara warga.
Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Ngurah Made Rai Dirga, mengungkapkan Siat Yeh adalah rekonstruksi dari kebiasaan masyarakat terdahulu yang sebelumnya dilaksanakan pada hari raya Nyepi. Banjar Teba dengan antusias kemudian merekonstruksi tradisi ini menjadi Festival Budaya Siat Yeh.
Digelarnya tradisi ini juga memberikan kesempatan kepada sekaa teruna atau para pemuda untuk berekspresi bersama dengan krama. Dimana mereka melakukan kolaborasi dan transformasi informasi terhadap budaya setempat. BWN-04