Mangupura, baliwakenews.com
I Ketut Luki, Kepala Desa Bongkasa, Badung, Bali, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh aparat Ditreskrimsus Polda Bali pada Selasa, 5 November 2024, terkait dugaan korupsi pengelolaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) Bongkasa tahun anggaran 2024.
Mantan anggota DPRD Badung ini diduga kuat telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan meminta suap dari kontraktor-kontraktor yang mengerjakan proyek di desanya.
Kasubdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP M. Arif Batubara, mengungkapkan bahwa penangkapan ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya praktik korupsi di Kecamatan Abiansemal. Luki diduga meminta sejumlah fee dari kontraktor sebagai syarat pencairan dana proyek yang bersumber dari APBDesa dan BKK Kabupaten Badung. Modusnya, Luki memanipulasi administrasi dan menunda-nunda pencairan dana hingga kontraktor menyerahkan uang suap.
“Penyelidikan dimulai pada 5 November, setelah kami menerima laporan. Luki diduga memanfaatkan kewenangannya untuk meminta uang dari kontraktor yang mengerjakan proyek di desanya,” kata Arif saat konferensi pers, Rabu (6/11).
Luki ditangkap di Areal Parkir Utara Pusat Pemerintahan Badung, Sempidi, saat menghadiri acara sosialisasi yang diselenggarakan oleh KPK. Pada saat itu, ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp 20.670.000 dari seorang kontraktor, yang dimasukkan ke dalam saku celananya.
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa Luki menggunakan pengaruhnya untuk memperlambat proses administrasi proyek. Ia menahan tanda tangan pada Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan menghambat otorisasi transaksi di Sistem Informasi Bank Bali (IBB) sampai kontraktor setuju memberikan uang sebagai komitmen.
Usai ditangkap, tim penyidik menggeledah kediaman Luki di Banjar Tanggayuda, Bongkasa, dan menemukan berbagai dokumen terkait pengelolaan dana desa, serta sejumlah barang bukti lain, seperti handphone, laptop, dan buku tabungan. Polisi juga menyita barang berharga milik tersangka, termasuk sertifikat dan BPKB kendaraan.
Luki disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan e UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang suap kepada penyelenggara negara untuk mempengaruhi keputusan yang diambilnya. Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi ini bisa mencapai pidana penjara seumur hidup atau penjara minimal empat tahun, maksimal 20 tahun, dengan denda hingga Rp 1 miliar.
Penyidik juga telah memeriksa empat saksi, termasuk pelapor, kontraktor yang memberikan uang, dan sopir pribadinya. Mereka berusaha memperdalam penyelidikan untuk mengungkap aliran uang dan pihak lain yang terlibat dalam praktik korupsi ini.
Polda Bali kini fokus mengembangkan penyelidikan untuk memastikan apakah ada jaringan lain yang terlibat dan mengamankan barang bukti tambahan. Kasus ini diharapkan dapat menjadi langkah awal pemberantasan korupsi di tingkat desa, serta memastikan penggunaan dana publik yang lebih transparan dan akuntabel. BWN-01