Denpasar, baliwakenews.com
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Paiketan Krama Bali, I Wayan Gede Mardika, S.H, M.H., berharap Majelis Hakim Pengadian Negeri Denpasar agar secepatnya membebaskan I Nyoman Sukena atau mengabulkan penangguhan atau pun peralihan tahanan atau memberikan keadilan Restoratif terhadap Terdakwa dengan memberikan hukuman seringan-ringannya.
Hal itu ditegaskan Ketua LBH Paiketan Krama Bali, Selasa 10 September 2024 malam, melalui saluran telepon terkait dengan kasus pemeliharaan satwa langka yang dilindungi negara yakni Landak Jawa oleh I Nyoman Sukena.
Sebelumnya, dalam sidang di PN Denpasar pada Kamis, 5 September 2024 lalu, I Nyoman Sukena didakwa telah melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor : 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE) yakni menangkap, memelihara, menyimpan, mengangkut, satwa yang dilindungi pemerintah dalam keadaan hidup. PN Denpasar menjatuhkan tuntutan selama 5 tahun penjara.
I Nyoman Sukena menangis histeris mendengar putusan Hakim PN Denpasar yang menjatuhkan tuntutan 5 tahun penjara.
Merespon fakta persidangan tersebut, Ketua LBH Paiketan Krama Bali, I Wayan Gede Mardika, S.H, M.H sepengetahuan Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si, Senin 9 September 2024, langsung menemui Kasi Keamanan Negara dan Ketertiban Umum Dan Tindak Pidana Umum Lainnya (KAMNEGTIBUM dan TPUL), I Gede Gatot Hariawan, S.H., M.H., di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali untuk menanyakan kasus yang menimpa warga Bali, I Nyoman Sukena.
Dalam pertemuan tersebut terungkap, pihak Kejaksaan Tinggi Bali sangat atensi kasus I Nyoman Sukena, terlebih lagi karena menjelang Pilkada serentak 27 Nopember 2024.
Gatot Hariawan mengatakan, kasus ini mesti cepat ditangani dan dilakukan dengan hati nurani dengan pendekatan keadilan restorative sehingga isunya tidak semakin liar. “Pihak keluarga Nyoman Sukena telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan atau pun pengalihan dan pihak Kejaksaan Tinggi. Pihak Kejati juga telah berkoordinasi terkait permohonan tersebut dan sangat mendukung permohonan yang diajukan oleh pihak keluarga, ” ujar Gatot Hariawan.
Menurutnya, dakwaan dalam perkara ini juga telah menggunakan aturan yang lebih meringankan yaitu Undang – Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya dengan ancaman hukum maksimal 5 tahun dibandingkan dengan penerapan Undang – Undang Nomor 32 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya yang ancaman hukumnya pada pasal 40 ayat(1) minimal 2 tahun dan maksimal 11 tahun.
Dengan demikian, menurut I Wayan Gede Mardika, pilihan pasal ini telah mencerminkan keperdulian Kejati Bali untuk memberikan tuntutan yang seringan-ringannya. “Kenapa lebih ringan? Karena apabila dipakai aturan yang baru yaitu Undang Undang Nomor 32 tahun 2024, maka pemeriksaan di pengadilan tidak bisa menggunakan keadilan restoratif karena syaratnya tidak terpenuhi, ” ujarnya.
Ditinjau dari aspek hukum, ada beberapa peraturan yang mengatur tentang Restoratif yaitu: Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindakan Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif; Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif tepatnya Pasal 4 ayat (2) Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
1. subjek, objek, kategori, dan ancaman tindak pidana;
2. latar belakang dilakukannya tindak pidana;
3. tingkat ketercelaan;
4. kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana;
5. cost and benefit penanganan perkara;
6. pemulihan kembali pada keadaan semula; dan
7. adanya perdamaian antara korban dan tersangka.
Pasal 5 menyebutkan : Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
1. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
2. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
3. tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) melihat ketentuan yang berlaku terkait dengan keadilan restoratif, maka perlu adanya pendalaman lagi terhadap tujuan dibuatnya aturan keadilan restoratif. Karena dalam aturan keadilan restoratif disebutkan adanya perdamaian antara pihak pelaku dan korban.
“Dalam hal ini apakah negara dapat dikatagorikan sebagai subjek yang dirugikan atau korban? Apakah negara melalui Pengacara Rakyat yaitu Jaksa dalam melakukan penuntutan dapat dilakukan keadilan restorative ? Mengingat tujuan dari restoratif adalah untuk pemulihan kembali pada keadaan semula, ” tukasnya.
Untuk itu, LBH Paiketan Krama Bali menilai, kasus ini menjadi pelajaran bagi masyarakat umum karena tidak semua masyarakat mengetahui dan memahami aturan yang berlaku. BKSDA juga diharapkan lebih gencar melakukan pembinaan terkait larangan-larangan untuk memelihara satwa langka.
“Hal ini sebenarnya dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan desa adat di Bali dan diumumkan di banjar-banjar supaya masyarakat awam bisa tahu dan terhidar dari jerat hukuman yang sangat berat karena ketidaktauan atau kealpaannya, ” tukas Mardika.
Faktanya, di daerah lain di luar Bali ada malahan yang menjual sate landak, dan ini tidak menjadi masalah dan tidak ditangkap padahal itu sudah viral di media sosial. “Ini bagaimana, kok dibiarkan ? Bukankah Undang -undang berlaku di seluruh Indonesia?, ” ucap Mardika mempertanyakan.
Fakta menunjukkan, I Nyoman Sukena telah memelihara landak-landak tersebut dengan kasih sayang sampai beranak-pinak dan dalam keadaan sehat sehingga apa yang dilakukan oleh I Nyoman Sukena merupakan kegiatan penyelamatan landak dari kepunahan yang sejalan dengan tujuan undang-undang tersebut.
“Saya berharap Majelis Hakim kalau bisa secepatnya membebaskan Nyoman Sukena atau mengabulkan penangguhan atau pun peralihan tahanan terhadap Nyoman Sukena dan bisa memberikan keadilan Restoratif terhadap Terdakwa dan memberikan hukuman seringan ringannya. Apabila majelis hakim nantinya memutuskan lain, maka itu merupakan kewenangan dari Majelis, ” pungkas Mardika. BWN-03