Mangupura, baliwakenews.com
Memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM) di Kabupaten Badung sehingga mampu menembus pasar ekspor, Program Studi Magister Manajemen (Prodi MM), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mahasaraswati (FEB Unmas) Denpasar menandatangani MOU bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Badung dan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan (Diskopukmp) Kabupaten Badung, Selasa 1 Oktober 2024, di Ruang Kerta Gosana Puspem Badung. Penandatangan MOU dilaksanakan usai pelaksanaan Talk Show Investasi dan Kewirausahaan Bagi Anak Muda di Kabupaten Badung.
Nota Kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Ketua Prodi MM FEB Unmas, Dr. I Gusti Agung Eka Teja Kusuma, S.E., M.M., Ketua Kading Badung, Putu Gede Putra Adnyana, dan Kadis Diskopukmp Kabupaten Badung, I Made Widiasa, S.Sos., MSi.
Ketua Prodi MM FEB Unmas, Dr. I Gusti Agung Eka Teja Kusuma, S.E., M.M., mengatakan penandatangan MOU merupakan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. “Kami di Prodi MM sangat diharapkan untuk melakukan kerjasama terutama dalam bidang penelitian dan juga pembelajaran, termasuk dalam bidang pengabdian, nah berangkat dari ini kami melihat Kadin itu kan memiliki banyak pengusaha-pengusaha yang sepatutnya bisa kita sinergikan dengan dunia pendidikan khususnya di bidang PKM (pengabdian kepada masyarakat),” ucapnya.
Dikatakan untuk melaksanakan PKM tersebut, pihaknya sangat memerlukan semacam asosiasi seperti Kadin, karena selama ini sering sekali bingung mencari siapa yang akan dibantu dalam pengabdian, apa permasalahan yang terkait UMKM. “Kami melihat banyak pengusaha dna UMKM dibawah binaan Kadin, sehingga sangat tepat untuk menjalin kerjasama. Dengan MOU ini kami berharap dapat ikut berkontribusi dalam hal membangun ketangguhan ekonomi terutama di Kabupaten Badung ini dalam sektor ekonomi mikro. Itu yang sebenarnya akan kita lakukan,” ujarnya.
Kerjasama yang dibangun, sambung Agung Teja, termasuk juga melakukan riset-riset lapangan dalam pengembangan kebijakan Kadin dan juga pemerintah. “Jadi permasalahan utama adalah bagaimana memajukan untuk ekspor handycraft kita, karena kondisi saat ini kita sendiri tidak mempunyai ciri khas khusus handicraft Bali, kebanyak produk handycraft kita trepengaruh dari luar, jadi ciri khasnya Bali sudah tergerus tidak seperti dulu contohnya lukisan kemasan itu adalah gaya yang lahir dari karakternya Bali yang tentunya menjadi cendra mata yang cukup dapat dibanggakan oleh wisatawan atau untuk orientasi ekspor ke luar negeri,” ungkapnya.
Kondisi ini dikatakan menjadi tantangan besar bagi pengrajin Bali sendiri. Selian itu kelemahan daripada UMKM yaitu mereka tidak memiliki orientasinya ekspor. “Saya lihat UMKM kita, mereka orientasinya adalah seperti filosofi tukang jahit, jadi ada pesanan baru bekerja tidak ada pesanan diam. Sebenarnya kalau yang kita inginkan adalah mereka mempunyai jiwa kewirausahaan yang memang menggabungkan dengan marketing bisnis. Konsepnya mencari ide kreatif, membangun desain kemudian menjualnya, bukan menerima pesanan desainnya sudah jadi tinggal membuat kalau tidak ada pesanan diam,” tukasnya.
Melalui MOU ke depan pihaknya akan berkolaborasi dengan Kadin dan Diskopukmp Kabupaten Badung bagaimana agar para UMKM perajin ini berbasis kreativitas kewirausahaan. Dengan survei kebutuhan wisatawan bentuk lukisan seperti apa yang disukai, bentuk dan fungsional handycraft seperti apa yang diinginkan. Hal tersebut yang belum mampu digali pelaku UMKM, berbeda dengan negara lain seperti Vietnam meski mereka merdeka belakangan dari Indonesia tapi handycraftnya sudah luar biasa sekali, begitu juga dengan India. “Kita jauh di bawah mereka, kenapa mereka sukses? Karena mereka datang mencari tahu informasi apa yang diinginkan orang, apa selera seni daripada pengguna dan juga selera reseller dari perajin. Mereka tahu kebutuhan pasar dan mereka ciptakan, mereka jual dan tidak menunggu pesanan,” tuturnya.
Agung Teja menyayangkan kondisi tresbeut mengingat Bali memiliki potensi yang besar. Dalam arus globalisasi saat ini wisatawan banyak datang ke Bali, sangat membutuhkan cinderamata yang autentik memiliki ciri khas Bali. “ Kita belum bisa menggunakan potensi yang ada terutama dalam konteks ekspor. Dari konteks itu saya dengan pihak Kadin sudah melakukan penelitian khusus untuk orientasi desain handycraft di Bali yang bersifat ekspor. Proyek penelitiannya sudah berjalan, tinggal pengolahan data saja dan wawancara tambahan dengan pihak-pihak UMKM dan perajin dan pengusaha yang ada di bawah Kadin,” paparnya.
Dikatakan penelitian ini penting dilakukan untuk dapat mendorong ekspor, jadi harus tahu kebutuhan pasar, jangan sampai membuat produk setelah dikirim ekspor dan hasilnya tidak laku. “Harapan kita dari MOU ini adalah bagaimana para perajin bisa menembus ekspor dan memahami seperti apa sih keinginan orang luar negeri,” pungkasnya. BWN-03