Kuta, baliwakenews.com – Malam itu, Sabtu (11/10), Legian masih ramai dengan lampu bar dan musik pantai. Tapi di sebuah rumah kontrakan di gang kecil Jalan Patimura, diam yang ganjil menyelimuti. Di balik dinding itu, dendam lama meledak, membuat seorang perempuan tewas dengan luka menganga di leher, dan seorang pria duduk di kursi roda menyesali amarahnya sendiri.
Pria itu bernama Kamal Mopangga, 33 tahun, asal Bitung, Sulawesi Utara. Ia bukan sekadar pacar atau teman kerja, melainkan suami siri dari korban, Endang Sulastri, 41 tahun, perempuan asal Banyuwangi yang dikenal mandiri dan ulet. Mereka sudah hidup bersama sejak 2016, bekerja di bar pantai Legian milik Endang. Tapi di balik kehidupan yang tampak harmonis, api kecil pertengkaran kerap menyala dan malam itu berubah menjadi kobaran maut.
Dalam perjalanan pulang dari bar, Endang menegur Kamal untuk lebih banyak membantu rekan kerja mereka. Kamal menolak, meminta Endang belajar menghargai. Tapi Endang justru meledak, melontarkan kata-kata yang menusuk dalam.
“Dia bilang saya binatang… hina marga saya,” begitu pengakuan Kamal kepada penyidik.
Bagi pria asal Bitung itu, kata-kata itu bukan sekadar makian tapi penghinaan atas harga diri dan darah keluarganya. Sesampainya di rumah, mereka tak bicara lagi. Endang langsung ke kamar, sementara Kamal duduk di teras, menatap kopi yang mulai dingin. Di kepalanya, suara ejekan itu berputar seperti gema.
Beberapa jam kemudian, dendam mengambil alih nalar. Kamal kembali ke bar untuk mengambil pisau pemotong kelapa benda sederhana yang berubah jadi alat pembunuh. Ia menyembunyikan pisau itu di bawah bantal, menunggu momen yang tepat.
Saat Endang meminta dipijat, Kamal duduk di belakangnya. Ketika tangan kirinya menekan lembut dagu korban, tangan kanannya menarik pisau. Dalam sekejap, tiga hingga empat kali tebasan mengakhiri hidup perempuan yang telah menemaninya hampir sembilan tahun.
Usai kejadian, Kamal tak langsung pergi. Ia berbaring di samping jasad Endang semalaman, lalu pergi pagi harinya dengan membawa uang, ATM, dan laptop korban. Dua hari kemudian, bau busuk dari kamar itu menguak rahasia kelam yang disimpannya.
Kamal ditangkap polisi di Bitung, Sulawesi Utara, setelah sempat kabur. Kedua kakinya ditembak karena melawan saat akan dibekuk. Di hadapan penyidik, ia mengaku tak kuasa menahan amarah yang sudah lama dipendam.
Kini, ia hanya bisa duduk di kursi roda, berseragam tahanan oranye, menunduk di hadapan publik saat dihadirkan di Mapolresta Denpasar, Jumat (17/10). Di wajahnya tak lagi ada amarah hanya penyesalan yang datang terlambat.
Dan di balik tragedi itu, tersisa satu pelajaran: kadang, kata-kata bisa lebih tajam dari pisau yang menusuk leher seseorang. BWN-01