Mangupura, baliwakenews.com
Daerah Tujuan Wisata (DTW) Kawasan Luar Pura Uluwatu dikenal memiliki aneka daya tarik yang beragam. Bahkan mendapat julukan “The Five Wonderfull Beauty”. Salah satunya yang diburu wisatawan adalag Tari Kecak Uluwatu yang sudah ada sejak lama bahkan disebut Kecak “Legend”.
Selain keberadaanya yang sudah cukup lama, penampilan tari kecak yang disuguhkan bertepatan dengan tenggelamnya mentari atau disebut “Sunset” jadi momen sangat berharga bagi wisatawan. Keindahannya bahkan tiada tara sehingga wisatawan yang hendak menyaksikan momen ini tidak pernah sepi.
Seperti apa awal berdirinya Kecak Uluwatu ini? Menurut salah seorang penari yang keluarganya sudah turu temurun berkecimpung menggeluti tarian Kecak ini, Kadek Agus Alit Juwita, Kecak Uluwatu ini ada sejak lama sekitar tahun 1996 silam. Dimana orang tuanya merupakan salah satu penari di sana.
Dia sendiri merupakan generasi berikutnya yang melanjutkan apa yang dilakukan orang tuanya. Dimana dia mulai terjun menggeluti Tari Kecak sejak duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menenengah Pertama (SMP).
Namun sebelum terjun sebagai penari, dia sudah cukup lama belajar menari Kecak. Ditanya susahnya menari Kecak, Pria yang juga menjabat Kasi Trantib Kecamatan Kutsel ini mengungkapkan kalau menari kecak memang cukup menguras energi. Karena selain gerakan tubuh, juga harus mengeluarkan suara di saat yang sama. Namun dia bersama rekannya tetap semangat karena tarian ini melibatkan banyak orang, sehingga lelahnya seakan tidak terasa.
Seiring dengan perkembangan sektor pariwisata, kini pementasan tari Kecak Uluwatu melibatkan 2 grup. Mereka tampil secara bergantian di Stage Uluwatu yang sudah dirancang khusus berlatar belakang momen matahari terbenam. Adapun kedua grup dimaksud, yaitu grup 1 namanya Sekaa Kecak Karang Boma dan grup 2 Sekaa Kecak Uluwatu.
Kedua grup ini tampil pentas setiap hari secara bergantian menghibur wisatawan yang berkunjung ke DTW Uluwatu. Adapu rincian penampilan mereka ini sudah diatur secara terjadwal. Yakni untuk grup 1 pentas setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Sabtu. Sedangkan grup 2, tampil setiap Selasa, Kamis, Minggu.
Keduanya tampil secara bergantian mulai dari pukul 18.00 Wita sampai selesai. Ditanya akan sistem pengelolaan hasil dari penjualan tiket pementasan Tari Kecak ini, Alit mengungkapkan dalam pengelolaan penghasilan dari menari Kecak ini, melalui sistem seperti yang diistilahkan di Bali namanya “jimpitan”. Dimana dana yang dihasilkan akan di kumpulkan terlebih dulu yang nantinya akan dibagikan ke para penari atau anggota setiap 6 bulan.
Penghasilan yang diterima ini sebelumnya sudah dipotong untuk biaya oprasional dan perawatan pakaian, tempat, aci aci serta suka duka. Dia membenarkan kalau Kecak Uluwatu memang menjadi idola pengunjung sehingga selalu ramai penonton.
Bukan hanya dari Pengunjung umum namun juga ada dari bebetapa artis ternama. Bahkan beberapa Presiden serta delegasi G 20 juga sempat menonton Tari Kecak Uluwatu di sela-sela kegiatan Konferensi di Nusa Dua. Ditanya rata-rata jumlah penonton Tari Kecak per hari, Alit Juwita mengatakan jumlahnya tidak menentu karena sangat tergantung dari situasi sektor pariwisata.
Namun kalau kapasitas tempat duduk yang tersedia di panggumg terisi penuh, jumlah penonton sebanyak 1000 orang. “Ini sesuai kapasitas tempat duduk stage, kalau musim “Low Season” mungkin terisi sekitar 600 orang,” ungkapnya.
Menariknya selain menikmati indahnya tarian Kecak berlatar belakang Matahari terbenam, sering juga ada kejadian penonton atau wisatawan yang memanfaatkan momen untuk melamar pasangannya di saat pementasan berlangsung. Hal ini menjadi momen spesial bagi pasangan tersebut dan panitia memberikan ruang dan memfasilitasi momen berbahagia mereka.
“Biasanya wisatawan yang meminta ke guidenya apakah bisa melakukan lamaran di sela acara. Nanti guidenya yang menyampaikan ke kami dan tinggal menunjukan tempat duduk wisatawan yang dimaksud dan para penari akan memfasilitasinya,” ungkap Alit.
Untuk bisa menonton Tari Kecak Ukuwatu ini, pengunjung wajib membeli tiket terlebih dulu. Biasanya sering trrjadi sebelum pertunjukan dimulai pengunjung sudah antre panjang untuk mendapatkan tiket pementasan tarian ini.
Untuk harga tiket dibandrol Rp 150.000 per orang untuk pengunjung dewasa dan untuk anak-anak sebesar Rp 75.000/ orang. Menariknya agar penonton memahami cerita tarian Kecak ini, Sebelum pertunjukan dimulai pengelola memaparkan secara singkat sinopsis dari tari kecak dan sekaligus dijadikan sebagai momen penyambutan selamat datang kepada penonton.
Selain itu, panitia juga membagikan semacam selebaran pamflet yang berisi tentang cerita dan makna dari Tari Tari Kecak sebelum pertunjukan dimulai. Selanjutnya momen menarik yang ditunggu-tunggu wisatawan pun tiba. Puluhan penari Kecak, berbelanjang dada dengan suara khas “cak-cak” menyapa penonton.
Momen yang spesial dan menyita perhatian penonton yakni ketika Kera Putih yang disebut Hanoman muncul bertepatan dengan mulai matahari terbenam atau terjadinya “Sunset”. Fenomena ini memang sangat memukau penonton. Tanpa.dimomando, penonton langsung mengambil ponsel mereka untuk mengambil foto atau memvidiokan momen langka ini. Pemeran Hanoman ini juga cukup Pinter berinteraksi dengan penonton sehingga membuat beberapa kali histeris.
Demikian juga momen-momen saat Hanoman beeperang melawan Rahwana dan diikat serta dibakar juga memukau penonton karena seiring tenggelamnya matahari di upuk barat. Yang cukup mengejutkan momen ini juga dimanfaatkan seorang wisatawan untuk meminang pasangannya, dimana cincinya diantar oleh Hanoman. Peristiwa ini mendapat tepuk tangan penonton.
Salah seorang wisatawan asal Perancis Mark Lewis mengaku baru pertama kali menonton tarian kecak Uluwatu. Dia mengaku sangat senang bisa menanton tarian ini secara langsung. “Sangat menakjubkan, ini baru pertama kali kami menontin langsung tarian ini,” ujar Wisman yang mengaku baru pertama kali ke Bali tersebut. Apalagi dipentaskan bersamaan dengan tenggelamnya matahari.
Salah seorang wisatawan asal Singapura, Ness juga mengaku baru kali pertama menonton tarian ini, meski dia sudah beberapa berlibur ke Bali. “Setiap ke sini (Bali) kami tidak sempat menonton tarian ini,” ujarnya.
Terpisah Manager Pengelola Kawasan Luar Pura Uluwatu, I Wayan Wijana juga menerangkan kalau pascacovid19 kunjungan ke DTW Uluwatu kini terus mengalami peningkatan. Kunjungan ini kembali didominasi oleh wisatawan mancanegara. Bahkan angkanya itu sebesar 70 persen wisman dan 30 persen wisdom.
Posisi pertama dari jumlah kunjungan ini ditempatu wisatawan Australia, kemudian disusul India dan China dan Perancis serta negara Eropa lainnya. Termasuk juga wisatawan dari Asia Tenggara. Untuk lebih menambah daya tarik, pihaknya menyuguhkan berbagai atraksi tarian di dalam kawasan. Dengan begitu ada hal baru yang dinikmati wisatawan selain keindahan alam (sunset), tari Kecak, monyet serta pura dengan tebingnya yang indah.
Bendesa Adat Pecatu,Made Sumerta juga mengungkapkan hal senada. Bahkan untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan,Desa Adat Pecatu sudah membeli lahan seluas 3 hektar untuk areal parkir yang representatif bagi pengunjung. Sumerta yang juga anggota DPRD Badung ini berharap dengan adanya parkir yang luas ini pengunjung bisa memarkir kendaraannya dengan nyaman baik itu wisatawan maupun masyatakat yang hendak tangkil ke Pura Uluwatu untuk melakukan persembahyangan. Terutama saat bertepatan dengan dilaksanana Pujawali di Pura Dang Kahyangan tersebut. BWN-04