Makna Upacara Rsigana dan Asal-usul Dewa Ganesha
baliwakenews.com-Upacara yadnya tidak bisa lepas dari kehidupan umat Hindu Bali. Salah satu ritual yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat Bali, Upacara Rsigana.
Secara umum, Upacara Rsigana bertujuan untuk menetralisir kekuatan alam yang dapat mengganggu areal pekarangan dan pemujaan pada saat pelaksanaan Karya Agung Mamungkah dan Ngenteg Linggih.
Untuk lebih jelas dan detailnya, kali ini tim baliwakenews.com akan membahas dari sisi Teologis dan Mitologi terkait Upacara Rsi Gana.
Ditinjau dari sisi mitologi atau mitosnya, Sanghyang Rsi Gana atau yang biasa dikenal Dewa Ganapati (Ganesha) ada berbagai versi.
Dari kajian makna Teologis, berdasarkan versi Kakawin Smaradahana, bahwa di Pulau Jawa ada karya yang mengisahkan asal-usul Ganesha. Kakawin yang ditulis oleh Mpu Dharmaja pada zaman Kerajaan Kediri sekitar abad ke 13 itu, merupakan penyesuaian atau pen-Jawa-an terhadap aneka kisah tentang Ganesha yang terkenal di India. Kakawin Smaradahana merupakan kunci untuk memahami Laksana Ganesha di Jawa (Zotmulder, 1983:189).
Dikisahkan bahwa suatu ketika Dewa Siwa sedang bertapa di Gunung Maha Meru. Tiba-tiba surga diserang Raksasa Nilarudraka dari Kerajaan Senapura. Para dewa dikalahkan oleh Nilaludraka.
Dan berdasarkan ramalan, Nilarudraka hanya terkalahkan oleh Putra Siwa yang berkepala gajah yakni Ganesha. Hanya saja kala itu, Putra Siwa belum lahir, bahkan Dewa Siwa sedang bertapa.
Kemudian, para dewa meminta Dewa Kama untuk melepaskan panah asmaranya agar Dewa Siwa menghentikan tapanya dan berkumpul dengan istrinya, yakni Dewi Uma atau Parwati.
Dewa Kama pun menyanggupinya. Berkat panah asmara yang dilontarkannya, Dewa Siwa terjaga dari tapanya dan bergegas menuju istrinya. Dewi Parwati akhirnya ngidam. Pada suatu ketika, para dewa mengunjungi Dewi Parwati sambil menuntun Gajah Airavata, Vahana Dewa Indra. Ketika melihat gajah tersebut Dewi Parwati amat terkejut, sehingga anak yang dilahirkannya berbadan manusia dan berkepala gajah lalu diberi nama Ganesha.
Singkat cerita, Dewa Ganesha berperang melawan Nilarudraka. Pada mulanya Ganesha terdesak. Nilarudraka berhasil mematahkan gading Ganesha yang di sebelah kiri. Hal inilah yang menyebabkan Ganesha hanya bergading satu. Namun berkat senjata kapak yang diberikan oleh ayahnya, yakni Dewa Siwa, Ganesa berhasil mengalahkan Nilarudraka sehingga surga pun kembali aman seperti sedia kala.
Sedangkan dari versi sastra India, mitologis kelahiran Dewa Ganesha berbeda dengan Versi Jawa. Ada berbagai mitos mengisahkan tentang asal usul atau latar Dewa Ganesa berkepala gajah (Atmaja,1999: 24).
Diantara mitos tersebut ada yang mengisahkan bahwa Dewa Ganesa diciptakan oleh Dewi Parwati dalam bentuk manusia biasa. Penciptaan tersebut bukan terlahir dari rahimnya, melainkan dari kerudungnya, sehingga Dewa Ganesha diberi nama Dvaimatura (1995: 71).
Versi Kitab Siva Purana, mengisahkan bahwa kepala Ganesha terpenggal ketika melawan Dewa Siwa. Para dewa mencarikan kepala lain sebagai penggantinya. Mereka hanya menemukan gajah bergading satu. Kepala itu dipenggal, lalu dipasangkan pada tubuh Ganesa. Hal inilah yang menyebabkan Ganesa memiliki ciri khas, yakni tidak saja berkepala gajah, tetapi juga bergading satu.
Kemunculan Ganesa bergading satu dijelaskan pula dalam versi lain, yakni Mahabharata dan Brahmanda Purana. Keduanya mengisahkan, bahwa Ganesa yang berkepala gajah tidak saja bertugas menjaga Dewi Parwati, tetapi juga menjaga Dewa Siwa. Pada suatu hari Ramaprasu yakni Avatara Wisnu berkunjung ke Kailasa atau Gunung Himalaya, persis ketika Dewa Siwa dan Dewi Parwati sedang semedi.
Ramaprasu memaksa ingin masuk ke tempat semedi Dewa Siwa. Ganesa berhasil melilit Ramaprasu dengan belalainya. Ramaprasu dilempar sehingga jatuh terpelanting. Ramaprasu marah, lalu menebas gading Ganesa sampai patah. Karena itulah, Ganesa berkepala gajah bergading satu.
Berdasarkan uraian di atas, tampaknya baik mitos versi Kakawin Smaradahana maupun India memiliki suatu benang merah, yakni melegitimasi keberadaan Ganesa sebagi dewa berkepala gajah (Atmaja, 1999: 26).
Dengan menyimak uraian tentang mitos di atas mensyaratkan bahwasannya Upacara Rsigana Agung bermakna sebagai upacara ngadegang Sanghyang Rsi Gana (melahirkan Sanghyang Rsi Gana) di tempat upacara itu, sebagai pelindung upacara atau Yadnya Ngenteg linggih nantinya.
Hal ini berarti perut besar buncit Sanghyang Rsi Gana disimbolkan jejeron itik maguling, yang dijadikan urab-uraban berbagai macam warna ini menandakan pada saat lahirnya Sanghyang Rsi Gana (Ganesha versi India) berperut besar-buncit maka disebut Lambodara. Reramesan/jejeron yang sudah diurip oleh pandita ditutup dengan pane besar. Ini menandakan mitos kelahiran Ganesha berkepala gajah yang berarti ilmu pengetahuan “besarnya” dewanya ada pada Dewa Ganesa. Pemotongan pada mulut itik putih yang diguling (perputaran-kelahiran yang berulang-ulang) dengan kapak menandakan mitos kelahiran Ganesha dengan taringnya dalam Purana disebut Ekadanta.
Upacara Rsi Gana ini bermakna religi bahwa Sanghyang Rsi Gana dilahirkan terlebih dahulu untuk mensukseskan atau menjaga Karya Ngenteg Linggih dari gangguan para Bhuta-Kala, Gana Pisca dalam arti luas yakni melawan bencana.
Menurut Wiana (2001:200) mengatakan, tujuan upacara Rsigana adalah agar tempat tinggal atau bangunan suci itu, benar-benar menjadi Pura Kahyangan Suci . (tim baliwakenews.com)